Minggu, 22 Mei 2016

Manajemen Pelayanan Rekam Medis di RS



Pengertian Rekam Medis
Rekam medis merupakan berkas/dokumen penting bagi setiap instansi rumah sakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2008:1), rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut Huffman dalam Fajri (2008:5) rekam medis adalah fakta yang berkaitan dengan keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh profesi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien tersebut.
Dengan melihat ketiga pengertian di atas dapat dikatakan bahwa suatu berkas rekam medis mempunyai arti yang lebih luas daripada hanya sekedar catatan biasa, karena didalam catatan tersebut sudah memuat segala informasi menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar untuk  menentukan tindakan lebih lanjut kepada pasien.

Kegunaan Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 749 a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 manfaat, yaitu :
1.               Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pesien
2.               Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3.               Bahan untuk kepentingan penelitian
4.               Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
5.               Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan
  Menurut International Federation Health Organization (1992:2), rekam medis
disimpan dengan tujuan:
1.               Fungsi komunikasi
Rekam medis disimpan untuk komonikasi diantara dua orang yang bertanggungjawab terhadap kesehatan pasien untuk kebutuhan pasien saat ini dan yang akan datang.
2.               Kesehatan pasien yang berkesinambungan
Rekam medis dihasilkan atau dibuat untuk penyembuhan pasien setiap waktu dan sesegera mungkin.
3.               Evaluasi kesehatan pasien
Rekam medis merupakan salah satu mekanisme yang memungkinkan evaluasi terhadap standar penyembuhan yang telah diberikan.
4.                 Rekaman bersejarah
Rekam medis merupakan contoh yang menggambarkan tipe dan metode pengobatan yang dilakukan pada waktu tertentu.
5.               Medikolegal
Rekam medis merupakan bukti dari opini yang yang bersifat prasangka menegnai kondisi, sejarah dan prognosi pasien.
6.               Tujuan statistik
Rekam medis dapat digunakan untuk menghitung jumlah penyakit, prosedur pembedahan dan insiden yang ditemukan setelah pengobatan khusus.
7.               Tujuan penelitian dan pendidikan
Rekam medis di waktu yang akan datang dapat digunakan dalam penelitian kesehatan.

         Dengan melihat beberapa aspek tersebut, rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan saja. Kegunaan rekam medis secara umum adalah :
1)               Sebagai media komunikasi antara dokter dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
2)               Menyediakan data yang berguna bagi keperluan penelitian dan pendidikan
3)               Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
4)               Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di RS.
5)               Sebagai dasar yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
6)               Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
7)               Sebagai dasar dalam perhitungan pembayaran pelayanan medik pasien.
8)               Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta bahan pertanggungjawaban dan laporan.
Standar Rekam Medis
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Standar Pelayanan Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan antara lain ditetapkan sebagai berikut:
1.       Rumah sakit harus menyelenggarakan manajemen informasi kesehatan yang bersumber pada rekam meis yang handal dan profesional.
2.       Adanya panitia rekam medis dan manajemen informasi kesehatan yang bertanggung jawab pada pimpinan rumah sakit dengan tugas sebagai berikut :
a.       Menentukan standar dan kebijakan pelayanan.
b.      Mengusulkan bentuk formulir rekam medis.
c.       Menganalisis tingkat kualitas informasi dan rekam medis rumah sakit.
d.      Menentukan jadwal dan materi rapat rutin panitia rekam medis dan manajemen informasi kesehatan
3.       Unit rekam medis dan manajemen informasi kesehatan di pimpin oleh kepada dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai.
4.       Unit rekam medis dan manajemen informasi kesehatan mempunyai lokasi sedemikian rupa sehingga pengambilan dan distribusi rekam medis lancar.
5.       Ruang kerja harus memadai bagi kepentingan staf, penyimpanan rekam medis, penempatan (microfilm,computer, printer, etc) dengan pengertian :
a.       Ruang penyimpanan cukup untuk berkas rekam medis aktif yang  masih digunakan.
b.      Ruang penyimpanan cukup untuk berkas rekam medis non aktif yang tidak lagi digunakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
6.       Ruang yang harus cukup menjamin bahwa rekam medis aktif dan non aktif tidak hilang, rusak, atau diambil oleh yang tidak berhak.
7.       Rekam medis adalah sumber manajemen informasi kesehatan yang handal yang memuat informasi yang cukup, tepat waktu, akurat, dan dapat dipercaya bagi semua rekaman pasien rawat jalan, rawat inap, atau gawat darurat dan pelayanan lainnya.
8.                Harus ada sistem identifikasi, indeks, dan sistem dokumentasi yang memudahkan pencarian rekam medis dengan pelayanan 24 jam.
9.       Harus ada kebijakan informasi dalam rekam medis agar tidak hilang, rusak, atau digunakan oleh orang yang tidak berhak.
10.   Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya bertanggung jawab akan kebenaran dan ketepatan pengisian rekam medis. Hal ini diatur dalam anggaran dasar peraturan dan panduan kerja rumah sakit, adalah sebagai berikut :
a.       Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan sudah harus lengkap dalam 24 jam setelah pasien dirawat dan sebelum tindakan operasi.
b.      Tindakan pembedahan dan prosedur lain harus segera dilaporkan setelah tindakan paling lambat pada hari yang sama.
c.       Termasuk ringkasan keluar (resume medis sudah harus dilengkapi paling lambat 14 hari setelah pasien pulang) kecuali bila tes dan atau otopsi belum ada.
d.      Semua rekam medis diberi kode dan indeks dalam waktu 14 hari setelah pasien pulang.
11.   Harus ada kebijakan rumah sakit mengenai rekam medis baik rekam medis aktif maupun yang non aktif.
12.   Ada kebijakan dan peraturan prosedur yang dapat ditinjau setiap 3 tahun
13.   Rekam medis harus rinci bagi berbagai kepentingan :
a.       Ada informasi efektif antar dokter dan perawat atau tenaga kesehatan.
b.      Konsulen mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
c.       Dokter lain dapat menilai pelayanan pasien.
d.      Dapat menilai kualitas pelayanan secara retrospektif.
e.       Pasien    mendapatkan   informasi   yang    berkesinambungan   tentang perawatannya.
14.   Pengisian rekam medis hanya dilakukan oleh yang berhak di rumah sakit, pasien yang masuk diberi catatan tanggal, jam, dan nama pemeriksa.
15.   Singkatan dan simbol dipakai, diakui, dan berlaku umum.
16.   Semua laporan asli oleh tenaga kesehatan disimpan dalam rekam medis.
17.   Tiap rekam medis meliputi identifikasi pasien :
a.          Nomor rekam medis atau nomor registrasi.
b.      Nama lengkap pasien.
c.       Alamat lengkap.
d.      Orang yang perlu dihubungi
18.   Tanda peringatan atau bahaya, misalnya pasien alergi sesuatu harus ditulis di sampul depan berkas rekam medis.
19.   Rekam medis mencantumkan diagnosa sementara dan diagnosa akhit saat pasien pulang.
20.   Rekam medis mencakup riwayat pasien yang berkaitan dengan kondisi penyakit pasien yang meliputi :
a.       Riwayat penyakit keluarga.
b.      Keadaan sosial.
c.       Riwayat dan perjalanan penyakit dan keadaan sekarang.
21.   Pasien operasi atau tindakan khusus harus disertai izin operasi hanya pasien dengan kondisi khusus tertentu diberikan informed consent.
22.   Setiap pemberi pelayanan kesehatan oleh para petugas kesehatan wajib disertai dengan pemberian catatan pada berkas rekam medis.
23.   Rekam medis atau persalinan atau operasi atau anestesi, diatau dengan ketentuan khusus. Rekam medis penyakit kronis, penyakit menahun memiliki prosedur manajemen informasi kesehatan secara khusus.
24.   Setiap diagnosa/tindakan khusus pasien diberi kode klasifikasi penyakit berdasarkan standar yang berlaku.
25.   Dalam waktu 14 hari setelah pasien ulang, ringkasan keluar (resume medis) sudah harus dilengkapi.
26.   Pasien rujukan harus disertai informasi alasan rujukan.
27.   Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian mutu rumah sakit.
Indikator Rekam Medis
Menurut Huffman (1990) dan Soejaga (1996), mutu rekam medis yang baik adalah rekam medis yang memenuhi indikator-indikator mutu rekam medis sebagai berikut :
a.       Kelengkapan isian resume medis
b.       Keakuratan
c.       Tepat waktu
d.      Pemenuhan persyaratan hukum
Adapun uraian indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Kelengkapan isian resume medis (Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008)
(1)     Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat :
a.       Identitas pasien
b.       Tanggal dan waktu
c.       Hasil anamnesis, mencakup sekurangya keluhan dan riwayat penyakit
d.      Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e.       Diagnosis
f.        Rencana penatalaksanaan
g.       Pengobatan dan/atau tindakan
h.       Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i.        Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
j.        Persetujuan tindakan bila diperlukan
(2)              Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang- kurangnya memuat :
a.       Identitas pasien
b.       Tanggal dan waktu
c.       Hasil anamnesis, mencakup sekurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d.      Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e.       Diagnosis
f.        Rencana penatalaksanaan
g.       Pengobatan dan/atau tindakan
h.       Persetujuan tindakan bila diperlukan
i.        Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j.         Ringkasan pulang (discharge summary)
k.       Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
l.        Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan
m.     Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
(3)     Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya memuat:
a.       Identitas pasien
b.       Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c.       Identitas pengantar pasien
d.      Tanggal dan waktu
e.       Hasil anamnesis, mencakup sekurangnya keluhan dan riwayat penyakit
f.        Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
g.       Diagnosis
h.       Pengobatan dan/atau tindakan
i.        Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut
j.        Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
(4)     Isi rekam medis dalam keadaan bencana selain memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada isi rekam medis untuk pasien gawat darurat ditambah dengan:
a.          Jenis bencana dan lokasi dimana pasien ditemukan
b.       Kategori kegawatan dan nomor pasien bencana massal, dan
c.       Identitas yang menemukan pasien
(5)     Isi rekam medis untuk pelayanan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
(6)     Pelayanan yang diberikan dalam ambulans atau pengobatan massal di catat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan sebagaimana di atur pada  ayat (3) dan di simpan pada sarana pelayanan kesehatan yang merawatnya.
b.   Keakuratan
Adalah ketepatan catatan rekam medis, dimana semua data pasien ditulis dengan teliti, cermat, tepat, dan sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
c.   Tepat waktu
Rekam medis harus diisi dan setelah diisi harus dikembalikan ke bagian rekam medis tepat waktu sesuai dengan peraturan yang ada.
d.  Memenuhi persyaratan hukum
Rekam medis memenuhi persyaratan aspek hukum (Permenkes 269 Tahun 2008; Huffman, 1994) yaitu :
1.      Penulisan rekam medis tidak memakai pensil
2.      Penghapusan tidak ada
3.      Coretan, ralat sesuai dengan prosedur, tanggal, dan tanda tangan
4.      Tulisan harus jelas dan terbaca
5.      Ada tanda tangan oleh yang wajib menandatangani dan nama petugas
6.      Ada tanggal dan waktu pemeriksaan tindakan
7.      Ada lembar persetujuan
Rekam medis disebut lengkap apabila :
a.                Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam harus ditulis dalam lembar rekam medis.
b.               Semua pencatatan harus ditandatangai oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya, nama terang, dan  diberi tanggal.
c.                Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan yang terjadi dengan wajar seperti mencoret kata/kalimat yang salah dengan jalan memberikan  satu garis  lurus  pada  tulisan tersebut.  Diberi  inisial (singkatan nama) orang yang mengkoreksi tadi dan mencantumkan tanggal perbaikan.

Pengertian Informed Consent
        Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. jadi pengertian Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien  atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan.
        Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan medik yang terdiri dari dua suku kata Bahasa Inggris yaitu Inform yang bermakna Informasi dan consent berarti persetujuan. Sehingga secara umum Informed Consent dapat diartikan sebagai persetujuan  yang diberikan oleh seorang pasien kepada dokter atas suatu tindakan medik yang akan dilakukan, setelah mendapatkan informasi yang jelas akan tindakan tersebut. Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per /  IX/ 1989, Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed Consent di Indonesia juga di atur dalam peraturan berikut:
1.       Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2.         Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).

3.         Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis.
4.         Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.






5.         Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
6.         Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.
Fungsi dan Tujuan Informed Consent
Fungsi dari Informed Consent adalah :9

1.      Promosi dari hak otonomi perorangan;

2.      Proteksi dari pasien dan subyek;

3.      Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;

4.      Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri;
5.      Promosi dari keputusan-keputusan rasional;

6.      Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.
Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:15
a.       Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian).
b.         Yang bertujuan untuk mencari diagnosis.

c.         Yang bertujuan untuk terapi.

Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah :
a.       Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien;
b.       Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.

Bentuk Persetujuan Informed Consent
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :16
1.       Implied Consent (dianggap diberikan)
Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat  melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.
2.       Expressed Consent (dinyatakan)
Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasive dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.
Persetujuan  tertulis  dalam  suatu  tindakan  medis  dibutuhkan saat:
1.                   Bila tindakan terapeutik bersifat kompleks atau menyangkut resiko atau efek samping yang bermakna.
2.                   Bila tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.

3.                   Bila tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial  pasien.
4.                   Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.

Pemberi Informasi dan Penerima Persetujuan
Pemberi informasi dan penerima persetujuan merupakan tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak.

Pemberi Persetujuan
       Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia, maka seseorang dianggap kompeten apabila telah berusia 18 tahun atau lebih atau telah pernah menikah. Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan  tindakan  kedokteran  tertentu   yang  tidak  berrisiko     tinggi
apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya dalam membuat keputusan. Alasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:8
1)  Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
2)  Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
3)  Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan seperti  orang  dewasa  dan  dapat  memberikan  persetujuan  tindakan  kedokteran

tertentu, khususnya yang tidak berrisiko tinggi. Untuk itu mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima informasi dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau penetapan pengadilan.
Sebagaimana uraian di atas, setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap kompeten. Seseorang pasien dengan gangguan jiwa yang berusia 18 tahun atau lebih tidak boleh dianggap tidak kompeten sampai nanti terbukti tidak kompeten dengan pemeriksaan. Sebaliknya, seseorang yang normalnya kompeten, dapat menjadi tidak kompeten sementara sebagai akibat dari nyeri hebat, syok, pengaruh obat tertentu atau keadaan kesehatan fisiknya. Anak-anak berusia 16 tahun atau lebih tetapi di bawah 18 tahun harus menunjukkan kompetensinya dalam memahami sifat dan tujuan suatu tindakan kedokteran yang diajukan. Jadi, kompetensi anak bervariasi bergantung kepada usia dan kompleksitas tindakan.
     Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Yanmed No. YM. 02.04.3.5.2504 tahun 1997                            tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter, dan Rumah Sakit  pada butir                       nomor 9 pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
·         Penyakit yang diderita
·         Tindakan medis apa yang hendak dilakukan
·     Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan                                untuk mengatasinya.
·         Alternatif terapi lainnya.
·         Prognosisnya.
·         Perkiraan biaya pengobatan.
Sebenarnya tidak ada alasan bagi dokter dan pihak rumah sakit untuk tidak memberikan informasi yang diinginkan oleh PM tentang penyakitnya. Namun terkait dengan hasil laboratorium yang diminta PM yakni jumlah trombosit 27.000 yang merupakan indikasi bahwa dia harus dirawat di rumah sakit pihak dokter dan rumah sakit seharusnya bisa memberikan penjelasan yang baik. Terkait dengan keluhan pasien harus segera ditanggapi secara terbuka, jujur, dan empati. Jelaskan kepada pasien apa yang sebenarnya terjadi. Permintaan informasi formal dari pihak yang berkepentingan tentang keluhan pasien harus ditanggapi secara konstruktif berdasarkan Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008)

Hak Pasien atas Informasi  Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Etika Kedokteran.
Terkait dengan pemberian informasi kepada pasien ada beberapa yang harus diperhatikan :
  1. Informasi harus diberikan, baik diminta ataupun tidak.
  2. Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena tidak dimengerti oleh orang awam.
  3. Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi, dan situasi pasien.
  4. Informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan atau kesehatan pasien atau pasien menolak untuk diberikan infomasi (KODEKI, pasal 5)
  5. Untuk tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive yang lain, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi. Apabila dokter yang bersangkutan tidak ada, maka informasi harus diberikan oleh dokter yang lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggng jawab.
Kewajiban dokter terkait dengan informasi adalah memberikan informasi yang adekuat dan besikap jujur kepada pasien  tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya (KODEKI, pasal 7b)
Salah satu kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah harus memberikan penjelasan mengenai apa yang diderita pasien, dan tindakan apa yang harus dilakukan (KODERSI, Bab III Pasal 10)

Hak Pasien atas Informasi  Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Hukum Kedokteran.
Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis  yang akan diterimanya (Undan-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52).  Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup :
  1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
  2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
  3. Alternatif tindakan lain dan resikonya
  4. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
  5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3)
Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan dan mendapat persetujuan pasien (PERMENKES No.1419/MENKES/PER/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal 17)
Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien
Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

Hak Pasien atas Informasi  dalam Rekam Medik
Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008  tentang Rekam medik Pasal 12 dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi rekam medik adalah milik rekam medik .  Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi rekam medic tergantung kesanggupan pasien untuk  mendengar informasi mengenai penyakit yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.
Jadi pasien isi rekam medic bukan milik pasien sebagaimana pada PERMENKES sebelumnya (1989)tentang rekam medic. Pasien hanya boleh memilikinya dalam bentuk ringkasan rekam medik.

Daftar Pustaka :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar